Selasa, 24 Juli 2012

Dari 16 Juli Itu

Diawali dengan pertemuan para kaum marjinal Kota Solo, dilanjutkan dengan orang-orang yang mengaku aktivis pergerakan, Kapolsek, Kapolres Solo dan RI-1. Dari mereka tergmbar jelas perbedaanya. kaum marjinal Solo, salah satunya PSK, mereka dengan nyaman melakoni pilihan hidupnya. Meski kadang anggapan miring dari orang sekitar terus mengalir. Mereka terpinggirkan dan jauh dari kelayakan -bagi kita-. Tak tahu apa yang mereka fikirkan. Mungkin nyaman, mungkin juga merasa beban.
Menjelang siang, saya bertemu dengan puluhan aktivis yang rapat konsolidasi demo kedatangan RI-1. Mereka sepakat menolak dan menentang. Aktivis yang mengaku pro rakyat ini hampir semua menggebu-gebu dalam berpendapat. Seolah kehidupan mereka hanya tuk mengabi kepada rakyat. Namun, miris, saat demo di bundaran gladag, mereka dibubarkan aparat kepolisian yang seolah berkuasa. Mereka seperti tak punya taring. Hanya diam saat tahu korlapnya digelandang ke Mapolsek.
Ironis, sang korlap yang ditangkap tiba-tiba ditelfon kalau anaknya sakit di rumah sendirian.Woww, dalam hati saya saat itu langsung meratap. Dia yang katanya membela rakyat tertindas, sbenarnya malah menindas diri sendiri.
Menjelang malam, sisi kehidupan jauh berbeda menjadi sorotan saya. Ketika bertemu dengan SBY yang saat kedatangannya di Manahan saja dikwal ratusan orang. Dibalik ketenaran dan keagungannya, dia nampak lesu dan lemah. Tapi tak taukah kalian, dibalik kepolosannya, banyak kebusukan yang ia simpan. Pencitraan, begitulah SBY.
Hari ini memang lelah, sangat. Namun, banyak pelajaran yang bisa kupetik malam ini. Semua orang punya cerita dan kepuasan hidup masing-masing. Baik kaum pinggiran- SBY.
Hari ini memang hidup saya sangat berwarna. Ditambah telefon dari ibuku tercinta kala ku memang tengah lelah.
Solo, 16/7, 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar