Diawali dengan pertemuan para kaum marjinal Kota Solo, dilanjutkan
dengan orang-orang yang mengaku aktivis pergerakan, Kapolsek, Kapolres
Solo dan RI-1. Dari mereka tergmbar jelas perbedaanya. kaum marjinal
Solo, salah satunya PSK, mereka dengan nyaman melakoni pilihan hidupnya.
Meski kadang anggapan miring dari orang sekitar terus mengalir. Mereka
terpinggirkan dan jauh dari kelayakan -bagi kita-. Tak tahu apa yang
mereka fikirkan. Mungkin nyaman, mungkin juga merasa beban.
Menjelang siang, saya bertemu dengan puluhan aktivis yang rapat
konsolidasi demo kedatangan RI-1. Mereka sepakat menolak dan menentang.
Aktivis yang mengaku pro rakyat ini hampir semua menggebu-gebu dalam
berpendapat. Seolah kehidupan mereka hanya tuk mengabi kepada rakyat.
Namun, miris, saat demo di bundaran gladag, mereka dibubarkan aparat
kepolisian yang seolah berkuasa. Mereka seperti tak punya taring. Hanya
diam saat tahu korlapnya digelandang ke Mapolsek.
Ironis, sang korlap yang ditangkap tiba-tiba ditelfon kalau anaknya
sakit di rumah sendirian.Woww, dalam hati saya saat itu langsung
meratap. Dia yang katanya membela rakyat tertindas, sbenarnya malah
menindas diri sendiri.
Menjelang malam, sisi kehidupan jauh berbeda menjadi sorotan saya.
Ketika bertemu dengan SBY yang saat kedatangannya di Manahan saja dikwal
ratusan orang. Dibalik ketenaran dan keagungannya, dia nampak lesu dan
lemah. Tapi tak taukah kalian, dibalik kepolosannya, banyak kebusukan
yang ia simpan. Pencitraan, begitulah SBY.
Hari ini memang lelah, sangat. Namun, banyak pelajaran yang bisa
kupetik malam ini. Semua orang punya cerita dan kepuasan hidup
masing-masing. Baik kaum pinggiran- SBY.
Hari ini memang hidup saya sangat berwarna. Ditambah telefon dari ibuku tercinta kala ku memang tengah lelah.
Solo, 16/7, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar